Sabtu, 07 Juli 2012

Keseimbangan Usaha Diniawi dan Ukhrawi



PENGERTIAN KESEIMBANGAN USAHA DINIAWI DAN UKHRAWI
Q.S. AL-QOSHOS : 77
Pada awal ayat ini Allah SWT memerintahkan orang-orang yang beriman agar dapat menciptakan keseimbangan antara usaha untuk memperoleh keperluan duniawi dan keperluan ukhrawi. Tidak mengejar salah satunya dengan cara meninggalkan yang lainnya. Nabi SAW sangat mencela orang-orang yang hanya mengejar akhirat dengan meninggalkan duniawi, apalagi kalau menjadi beban orang lain dalam masalah nafkah. Nabi SAW mendapat seorang anak muda yang selalu berada di masjid hampir setiap scat, lalu Nabi bertanya kepada para sahabat “siapakah yang memberi nafkahnya?” para sahabat menjawab: “ayahnya”, maka Nabi melanjutkan perkataannya, bahwa ayahnya lebih baik daripada anaknya. Dia semestinya mencari nafkah/berusaha, tetapi tidak, sehingga menjadi beban orang lain.
Manusia itu adalah makhluk yang terdiri dari jasmani dan rohani maka ia sangat membutuhkan kesenangan keduanya sehingga perlu berusaha untuk memperolehnya. Manusia membutuhkan makanan, minuman, pakaian, kendaraan dan lain-lain. Juga manusia punya tanggung jawab yaitu tanggung jawab sosial karena ia tidak hidup sendirian. Seorang suami misalnya mempunyai tanggung jawab mencari nafkah untuk keluarganya. Dan ia termasuk orang yang dzalim apabila membiarkan anggota keluarganya terlantar, kelaparan dan kedinginan karena tidak mempunyai rumah, tidak mendapat perlindungan dan lain-lain. Semuanya kebutuhan fitrah manusia yang tidak boleh diabaikan oleh manusia.
Pada akhir abad pertama hijriyah banyak bermunculan para sufi. Diantara cara yang dilakukan oleh para sufi yaitu uzlah yaitu lari dan dunia, menghindar dari kehidupan masyarakat. Mereka berada ditempat-tempat tertentu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT tetapi lari dari tanggung jawab sebagai anggota masyarakat. Cara seperti ini juga dikecam oleh Islam. Yang artinya : Kerjakanlah urusan duniamu seakan-akan kamu akan hidup selama-lamanya. Dan laksanakan amalan akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok. (HR. Ibnu Asakir)
Pada saat kita sedang beribadah, menghadap Allah maka beribadahlah dengan sungguh-sungguh dengan penuh pengabdian. Misalnya ketika sedang shalat maka lupakanlah semua urusan duniawi dan hanya kepada Allah sajalah kita mengingat dan memusatkan perhatian seolah-olah tidak ada kesempatan lagi untuk mengabdi kepada Allah karena akan mati besok. Demikian pula sebaliknya, setelah kita selesai menunaikan kewajiban kita kepada Allah lalu kita hadapi urusan duniawi dengan penuh perhatian dan perhitungan yang pasti. Kita berusaha dan bekerja keras untuk memperoleh keuntungan duniawi dengan cara yang baik dan benar seolah-olah kita akan hidup selama-lamanya.
Sebagaimana dinyatakan dalam ilmu jiwa agama bahwa memang dalam diri manusia terdapat dua aspek yaitu fisik dan spiritual yang masingmasing harus dipenuhi kebutuhannya. Sering kita temukan dalam hidup ini manusia yang senang memenuhi salah satu kebutuhan saja, baik fisiknya ataupun spiritualnya semata. Langkah ini tidak tepat sebab dapat menimbulkan kepincangan dalam hidup manusia, seperti mereka hanya memenuhi kebutuhan fisik sehingga mereka hanya gemar mengejar atau mengais harta benda dan kekayaan lainnya yang sifatnya material meski dengan cara-cara yang tidak benar. Sebaliknya mereka mungkin hanya memenuhi kebutuhan spiritualnya semata, seperti shalat, dzikir dan sebagainya sehingga melupakan kebutuhan fisik atau duniawi sama sekali.
Oleh karena itu sangat penting bagi manusia untuk melakukan langkah-langkah kompromi dalam memenuhi kebutuhan keduanya. Yakni harus memenuhi kebutuhan fisik dalam batas-batas yang diperkenankan oleh Allah dan pada saat yang sama juga memenuhi berbagai kebutuhan spiritualnya. Pengkompromian dalam memenuhi kebutuhan tubuh dan jiwa ini merupakan hal yang mungkin apabila seseorang dalam hidupnya konsisten dengan sikap moderat. Dalam Islam tidak terdapat kependetaan yang menentang pemenuhan sebagian dorongan fisik. Dalam Islam juga tidak terdapat nihilisme mutlak yang mengizinkan pemenuhan sepuas-puasnya dorongan fisik. Islam menyerukan penyeiringan dorongan-dorongan tubuh dan jiwa atau merealisasikan keseimbangan antara aspek-aspek material dan spiritual dalam diri manusia.
Dalam ayat ini Allah SWT kemudian memerintahkan agar berbuat baik kepada sesama sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadanya. Kebaikan Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim kepada seluruh makhluk-Nya tidak terhitung jumlahnya. Maka kini Allah menganjurkan kepada orang mukmin khususnya untuk selalu berbuat baik kepada semua. Jenis-jenis perbuatan baik itu sangat banyak ragamnya misalnya membantu orang yang membutuhkan pertolongan, menyantuni anak-anak yatim, berpartisipasi membangun masjid, madrasah, membangun jalan umum dan lain-lain. Berbuat baik kepada orang lain artinya melakukan perbuatan yang baik dan berguna untuk kepentingan orang lain dengan segala potensi yang dimiliki. Maka berbuat baik itu bisa dengan ucapan atau perkataan dengan tenaga atau perbuatan dengan harta dengan ilmu dan lain-lain.

Berbuat baik inipun bisa diartikan berbuat baik kepada diri sendiri yaitu memelihara dan menjaga diri dari bahaya. Memelihara diri supaya sehat jasmani dan rohani dengan memakan makanan yang halal tidak makan minum yang dapat merusak tubuh, berobat ketika sakit, adalah cara berbuat baik kepada diri sendiri. Demikian halnya selalu mentaati perintah Allah dengan jalan ibadah dan menjauhi larangan-Nya hakikatnya adalah berbuat baik kepada diri sendiri. Karena apabila berbuat yang sebaliknya berarti telah menjerumuskan dirinya menjadi manusia yang celaka.
Manusia yang dijadikan Allah sebagai Khalifah dibumi ternyata telah banyak menyia-yiakan amanah-Nya. Manusia telah menjadi makhluk perusak terbesar yang ada dipermukaan bumi ini. Sebagaimana dijelaskan didalam Q.S. Ar-Rum : 41, bahwa kerusakan yang terjadi baik di daratan maupun di lautan adalah karena ulah tangan manusia. Perut bumi ini dieksploitasi, hutan ditebangi, air dicemari, udarapun dikotori sampai pada akhirnya planet-planet di jagat raya inipun hilang keseimbangannya sehingga saling bertabrakan. lhilah yang disebut Kiamat.
Akibat daripada kerusakan ini tidak hanya menimpa makhluk hidup lainnya. Tapi manusia banyak yang tidak menyadarinya. Karena itu Allah berulang kali memperingatkan manusia di dalam al-Qur'an agar tidak melakukan kerusakan di muka bumi.

0 komentar:

Posting Komentar