Jumat, 08 Juni 2012

Telaah Krits atas Pemikiran Filsafat Empirisme

Telaah Krits atas Pemikiran Filsafat Empirisme
Meskipun aliran filsafat empirisme memiliki beberapa keunggulan bahkan memberikan andil atas beberapa pemikiran selanjutnya, kelemahan aliran ini cukup banyak. Prof. Dr. Ahmad Tafsir mengkritisi empirisme atas empat kelemahan, yaitu :
  1.  Indera terbatas, benda yang jauh kelihatan kecil padahal tidak. Keterbatasan kemampuan indera ini dapat melaporkan obyek tidak sebagaimana adanya.
  2. Indera menipu, pada orang sakit malaria, gula rasanya pahit, udara panas dirasakan dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga.
  3. 3.    Obyek yang menipu, conthohnya ilusi, fatamorgana. Jadi obyek itu sebenarnya tidak gaimana ia ditangkap oleh alat indera; ia membohongi indera. Ini jelas dapat menimbulkan pengetahuan inderawi salah.
  4. 4.    Kelemahan ini berasal dari indera dan obyek sekaligus. Dalam hal ini indera (di sisi meta) tidak mampu melihat seekor kerbau secara keseluruhan dan kerbau juga tidak dapat memperlihatkan badannya secara keseluruhan.
Metode empiris tidak dapat diterapkan dalam semua ilmu, juga menjadi kelemahan aliran ini, metode empiris mempunyai lingkup khasnya dan tidak bisa diterapkan dalam ilmu lainnya. Misalnya dengan menggunakan analisis filosofis dan rasional, filosuf tidak bisa mengungkapkan bahwa benda terdiri atas timbuanan molekul atom, bagaimana komposisi kimiawi suatu makhluk hidup, apa penyebab dan obat rasa sakit pada binatang dan manusia. Di sisi lain seluruh obyek tidak bisa dipecahkan lewat pengalaman inderawi seperti hal-hal yang immaterial.
Kritik Hume terhadap agama tampaknya tidak seluruhnya dapat dipertanggungjawabkan. Ia terlalu tergesa-gesa mengambil kesimpulan tentang teologia. Di antara kritikan Hume yang tidak relevan itu ada tiga, yakni :

Pertama, Hume cenderung mempertentangkan dua bentuk teisme yang monopolar dan mengabaikan sintesis dipolar. Dalam hal ini ada dua pola, yaitu mistisisme dan antropromorpisme. Dalam mistisisme, Tuhan berada dalam konsepsi positif tetapi tidak sempurna. Tuhan adalah sempurna, abadi dan wajib ada. Dunia di lain pihak tidak sempruna, terbatas dan mungkin ada. Sesuatu yang sempurna hanya dapat dijelaskan lewat pendekatan dipolar, bukan monopolar sebagaimana yang dikemukakan Hume.
Kesempurnaan Tuhan dapat digambarkan dari ketidaksempurnaan dunia. Seandainya dunia tidak ada atau ada tetapi sempurna, maka kesempurnaan Tuhan akan sulit diidentifikasi. Kritikan Hume hanya terbatas pada aspek empiris saja, yakni Tuhan yang tak terbatas berada dalam dunia yang terbatas. Contoh lain memperkuat argumen ini adalah kebaikan hanya dapat dipahami kalau ada kejahatan.
Kedua, Hume mengabaikan peranan akal dalam menangkap realitas. Padahal akal mampu menghubungkan kejadian-kejadian yang lampau dengan kejadian sekarang bahkan meramalkan sesuatu yang akan datang. Akal juga mampu memberikan ide-ide umum tentang fakta-fakta yang beragam. Contohnya mobil, sepeda dan pesawat diabstraksikan oleh akal menjadi alat transportasi.
Ketiga, Hume terlalu meredusir semua realitas dalam kajian empiris sehingga dia terjerumus pada determinisme empiris. Realitas alam menjadi sempit dan kecil serta mutlak dan tidak pernah berubah. Padahal realitas sangat luas dan di luar alam empiris masih tedapat wujud lain.

0 komentar:

Posting Komentar